Duryudana Memangku Jabatan

Raja Muda di Astina
Pada jaman dahulu kala jauh sebelm lahirnya Pandawa dan Korawa ada seorang satria bernama Bambang Parikenan. Ia menurunkan seorang anak laki-laki bernama Resi Manumayasa.
Sebutan resi menunjukan bahwa Manumayasa seorang pendeta pertapa. Pertapaannya di pegunungan Saptaarga atau Retawu. Resi Manumayasa menurunkan seorang anak bernama Bambang Sekutrem. Ia adalah seorang satriansakti yang pernah diminta tolong oleh dewa untuk membinasakan musuh. Bambang Sekutrem menurunkan seorang anak laki-laki bernama Bambang Sakri. Kemudian Bambang Sakri juga hanya menurunkan seorang anak laki-laki yang bernama Raden Palasara atau Parasara.
Raden Palasara adalah seorang satria pendeta. Sewaktu palasara bertapa, ia digoda oleh dewa yang menjelma menjadi seekor burung pipit dan bersarang di rambut sang pertapa.Maksud dewa agar raden Palasara menggagalkan tapanya, dan mau menjadi satria di suatu Negara.
Ketika Raden Palasara memburu burung pipit yang mengganggu tapanya, ia menyebrangi sungai Gangga dengan perahu. Akibat ombak sungai yang besar dan aliran air yang deras,perahunya pecah menjadi dua. Raden Palasara hanyut,kemudian terdampar di suatu tanah kosong di pinggir sungai Gangga.Raden Palasara mengolah tanah kosong itu sehingga menjadi sebuah Negara yang diberi nama Astina.
Raden Palasara menurunkan seorang putra bernama Raden Abyasa. Ia menggantikan ayahnya menjadi raja di Astina bergelar Prabu Kresnadipayana. Selanjutnya Prabu Kresnadipayana menjadi raja pendeta dengan sebutan Bagawan Abyasa. Setelah menjadi pendeta ia bertempat tingal di Saptaarga. Bagawan Abyasa berputra tiga orang, yaitu:
1. Raden Destharastra, menyandang cacat buta sejak lahir, tetapi sangat sakti.
2. Raden Pandhudewanata menyandang cacat “tengeng” sejak lahir. Ia mempunyai keahlian menggunakan senjata. Kesukaanya berburu di hutan. Raden Pandhu menjadi raja di Astina bergelar Prabu Pandhudewanata.
3. Raden Yamawidura, juga menyandang cacat, yaitu kaki timpang atau pincang sebelah sejak lahir. Raden Yamawidura adalah satria yang sangat bijaksana,mahir dalam tata Negara.
Raden Destharastra menurunkan putra seratus orang. 99 orang lakilaki dan seorang perempuan bernama Dursilawati. Putra yang tertua bernama Duryudana. Seratus orang putra Raden Destharastra disebut Kurawa.
Raden Pandhudewanata menurunkan lima orang putra. Kelimanya laki-laki semua, yaitu Raden Puntadewa, Raden Bratasena, Raden Permadi, Raden Pinten dan Raden Tangsen. Kelima orang tersebut disebut Pandawa.

Duryudana Menjadi Raja Muda
Duryudana menyadari dengan jumlah saudaranya yang banyak itu tanggung jawab orang tua untuk mengasuh,membesarkan dan mendidik anak-anaknya cukup berat. Sementara dengan cacat kebutaannya Destharastra, ayahnya tidak dipercaya mewarisi tahta kerajaan. Tahta dipercayakan kepada pamannya, Raden Pandhudewanata.
Sungguhpun Duryudana mengerti tentang keadaan seperti itu, tetapi ia tidak mau menerima kenyataan. Tumbuhlah rasa tidak senang terhadap putra-putra Raden Pandhudewanata. Rasa tidak senang terhadap Pandawa makin menjadi-jadi, bahkan meningkat ke benci setelah mendapat penjelasan dari ibunya tentang haknya terhadap Negara Astina. Duryudana berniat merebut kedudukan Prabu Pandhudewanata. Dalam hati ia berkata,”Aku harus mengikuti pendirian Ibu. Penjelasan dan pengarahan Ibu semuanya benar. Ayah Destharastra adalah putra pertama Eyang Abyasa,maka ayahlah yang seharusnya menduduki takhta. Jika ayah menduduki takhta, kelak akulah yang menggantikannya. Sekarang yang menjadi raja Paman Pandhudewanata, kelak negeri Astina pasti akan jatuh ke tangan Pandawa. Ah,itu tidak benar. Penyimpangan atas hak itu perlu aku luruskan. Akulah yang harus memimpin adik-adikku menyingkirkan pandawa. Ketika bersama sama sekolah di Sokalima berguru pada panembahan Durna ternyata Pandawa semuanya pandai.Aku hanya sedang sedang saja. Adik-adiku kesukaanya hanya membuat rebut saja. Waktu pendadaran aku kalah dengan Bratasena. Puntadewa, Pinten, Tangsen, lebih-lebih Permadi dapat menunjukkan prestasi yang luar biasa. Aduh, pusing kepalaku bagaimana caranya agar aku dapat mencapai cita-cita. Apa mungkin Paman Sengkuni dapat memberi petunjuk padaku?”
Duryudana seakan berpacu dengan waktu. Darihari ke hari, bulan ke bulan,ia belumjuga menemukan jalan. Suatu peristiwa yang menggembirakan Duryudana muncul ketika terjadi perang besar antara Astina dan Pringgadani. Prabu Padhudewanata dikalahkan oleh Trembeka. Ia gugur di medan perang akibatnya Astina kosong tidak ada rajanya. Kemudian diadakan sidang istimewa keluarga kerajaan untuk memilih pengganti Prabu Pandhudewanata. Sidang memutuskan bahwa pengganti raja adalah Destharastra.
Duryudana mulai mempunyai gambaran tentang kemungkinan memperoleh jalan menumpas Pandawa. Dia memberanikan diri memohon kepada ayahnya agar dia diizinkan memangku jabatan atau yang menjalankan tugas raja Astina. Permohonan Duryudana dikabulkan. Diangkatlah dia menjadi raja Astina bergelar Anom Kurupati. Dalam upacara penobatan, Prabu Destharastra berpesan kepada putranya sebagai berikut, “ Nanda Duryudana kebahagiaan ini jangan hanya dinikmati oleh keluarga Kurawa saja . Hendaknya keuarga Pandawa juga ikut menikmatinya. Ketahuilah bahwa Kurawa dan Pandawa satu keturunan, yaitu keturunan Bharata yang mendirikan negeri Astina. Nanda, ketahuilah pula bahwa sebenarnya yang mempunyai hak waris negeri Astina adalah keluarga Pandawa. Sebab Pandawa adalah putra Padhudewanata. Dan ingatlah pula bahwa engkau menjabat raja Astina hanya selama anak-anak Pandawa belum dewasa. Jika Pandawa telah dewasa dan mampu memegang pemerintahan, nanda harus rela menyerahkan takhta kerajaan kepada Pandawa.”
Duryudana dengan rasa berat mengucapkan kesediaannya mematuhi pesan ayahnya. Dalam hati Duryudana tetap berpegang pada pendiriannya bahwa negeri Astina menjadi miliknya, Pandawa harus menyingkir dari Astina, kalau perlu dibunuh semuanya.
Semenjak dinobatkan menjadi raja muda Duryudana sangat senang. Dalam benaknya segala keinginannya dapat diwujudkan. Rakyat Astina menaruh hormat kepadanya, juga kepada adik-adiknya. Hal itu membesarkan hati Duryudana untuk meneruskan niatnya. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, ia didampingi Patih Sengkuni yang pandai bersiasat dan penuh tipu muslihat.
Bale Sigala-Gala
Dalam usaha mengalahkan Pandawa, Patih Sengkuni menemukan akal. Ia menyarankan agar Prabu Duryudana mengadakan pesta bersama antara Kurawa dan Pandawa. Tempat pesta di tengah hutan Premanakoti, yaitu salah satu hutan wisata di daerah Astina. Ruang pesta dibuat khusus dengan atap ijuk dan ilalang. Tiang-tiang dibuat dari bamboo kering yang terpilih. Dalam ruangan dihias dengan “clumpring”, kertas biru,merah,kuning, serta lampu berwarna-warni. Bangunan untuk pesta disebut Bale Sigala-gala yang dirancang dan dilaksanakan pembangunannya oleh seniman terkenal yang bernama Purucana.
Undangan pesta telah bereda. Setelah hari dan tanggal pesta tiba, tamu undangan berbondong-bondong dating. Makanan dan minuman khas Astina telah tertata. Penerima tamu mempersilahkan tamu-tamu undangan duduk di tempat yang telah disediakan. Para tamu boleh makan dan minum sepuas-puasnya. Pandawa tidak mengira bahwa dibalik pesta yang meriah itu, maut mengancam. Minuman untuk para Pandawa sengaja dipilih yang beralkohol tinggi sehingga cepat menjadikan orang mabuk. Dalam waktu sekejap saja, Pandawa jatuh tak sadar, mabuk berat.
Dalam kondisi seperti itulah Duryudana member kode agar Bale Sigala-gala dibakar. Kurawa lari menjauh, sedangkan Pandawa terperangkap dalam kobaran api, dalam waktu sekejap Bale Sigala-gala dan semua isinya hangus jadi abu.
Legalah perasaan Duryudana,ia yakin bahwa Pandawa pasti mati dimakan api. Kurawa bersorak-sorak sambil melihat kobaran api. Duryudana akan melapor kepada para sesepuh kerajaan bahwa kebakaran terjadi karena ketidaksengajaan. Hal itu adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Dengan demikian ia merasa bahwa akan terhindar dari tuduhan dan amarah para sesepuh.

Daftar Pustaka
Bastomi, Suwaji.2001.Gelis Kenal Wayang.Surakarta: Pustaka Baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wacan Deskripsi

Tanggap Wacana ing Pahargyan Warsa Enggal/Tahun Baru

NGRINGKES TEKS